Post ke-5 ku di blog ini. Kali ini saya mau bercerita sedikit tentang kuliah saya dan apa yang terjadi di dunia kuliah saya yang sebenarnya. Kuliah memang kegiatan utama saya sehari-hari. Karena saat ini hanya ini yang bisa saya lakukan selain kegiatan-kegiatan lainnya. Mengapa saya mau bercerita tentang kuliah saya??? Baca terus post ini sampai nanti ada bagian yang akan menjawab pertanyaan tadi.
Saat saya masih berada di SMA Negeri 1 Pangkalpinang, saya mempunyai keinginan untuk kuliah di luar Bangka seperti halnya teman-teman lain atau pun calon-calon mahasiswa daerah lainnya. Tujuannya adalah 2 kota besar, Bandung atau Yogjakarta. Beberapa minggu sebelum ujian nasional SMA berlangsung, saya bersama beberapa teman saya bertolak menuju Palembang untuk mengikuti test masuk Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta. Hampir tidak ada persiapan yang matang yang saya lakukan selain membawa beberapa modul dan buku-buku bacaan. Test pun dijalani tanpa kesulitan, maksudnya tanpa kesulitan untuk menjawab asal semua soal yang diberikan, hehehehe. Hasilnya, dari SMA kami hanya satu orang yang berhasil lolos ke Universitas bergengsi tersebut. Tapi ga’ apa-apa, masih banyak kesempatan. Setelah dinyatakan lulus UN, anehnya niat untuk hijrah ke luar jadi sirna, entah apa sebabnya, semua seakan tak berjalan dengan rencana sebelumnya.
Tahun 2006, saya lulus dari SMA tersebut. Terdengar kabar bahwa akan didirikan sebuah Universitas Negeri di Bangka Belitung yang bernama Universitas Bangka Belitung. Saya dan teman-teman genk pun bermaksud untuk ikut seleksi di universitas tersebut dan lolos, meskipun tidak dimasukkan ke jurusan yang diinginkan, tapi tak apa lah, tetap dijalani. Saya masuk ke jurusan Akuntansi dari 2 jurusan yang saya incar yaitu Manajemen dan Akuntansi. Tahun pertama dilewati tanpa kendala dan kami masih menikmati bagaimana suasana perkuliahan. Kampus yang lumayan dekat dari rumah, dan system perkuliahan yang cenderung dapat diterima sebagian mahasiswa membuat kuliah pun jadi menarik. Tapi menginjak tahun ke dua, gedung yang kami tempati sekarang akan dibangun sebuah gedung lain (karena memang untuk Fakultas Ekonomi masih menggunakan gedung Pemkot Pangkalpinang). Maka persiapan pembangunan pun telah dilakukan. Area perkuliahan makin sempit, dan lahan gedung juga semakin habis ditambah lagi suara alat berat yang “membantu” pembangunan, membuta suasana perkuliahan berubah drastis. Tak didapat lagi kenyamanan belajar dan niat pun semakin luntur karena keadaan. Tapi demi mengejar target lulus, perkuliahan masih tetap di laksanakan.
Bagaimana dengan nilai saya? Hehehehe. Pertanyaan yang paling vital, apalagi ditanyakan kepada cowok seperti saya. Eits, jangan salah, bukan berarti tiap semester nilai saya terjungkal. Secara keseluruhan nilai yang saya peroleh dari perkuliahan ini cukup baik. Mungkin dengan IPK 2,86 yang saya dapat sekarang adalah buktinya. Tapi jujur, saya tidak mementingkan nilai, yang saya fokuskan adalah bagaimana saya mendapatkan nilai tersebut dan kemampuan yang saya punya, itu adalah kunci dari setiap apa yang kita kerjakan nantinya di dunia kerja.
Nah bagamana dengan sekarang?. Sekarang saya masih menjalani semester 8 dari perkuliahan saya. Tempatnya pun telah berpindah dari gedung pinjaman ke gebung asli dari UBB sendiri di Balun Ijuk, Bangka Induk. Untuk tempat yang satu ini berada sangat jauh dari rumah, sekitar 15-20 menit berkendara, bahkan bisa lebih jika keadaan jalan ramai atau jam sibuk. Program PPIK yang telah saya jalani memaksa saya untuk mebuat sebuah cuti perkuliahan selama satu semester. Maka semester 7 pun saya korbankan untuk menjalani program yang menurut saya adalah program yang lebih penting dari kuliah (LOH!!!!). Mengapa demikian? Tidak semua orang mendapat kesempatan untuk menjalani sebuah “tugas Negara” di Negara lain. Dan dari program ini juga pengalaman yang didapat jauh melebihi apa yang kita dapat dari 6 bulan kuliah. Tetapi, semua pasti ada resikonya gan, setelah program selesai, saya seakan terlunta-lunta menghadapi perkuliahan di atas sebuah kondisi “semester akhir” yaitu skripsi (tapi saya lebih suka menyebutnya “skripshit!”). teman-teman tingkatan telah banyak yang bersiap untuk menyusun skripshit bahkan ada yang akan sidang di bulan depan. Nah saya??? Dengan minus satu semester, saya harus menjalani semester sekarang dengan 3 mata kuliah ulangan dari 3 semester genap yang yang telah dilalui (2, 4, dan 6). Dari masing-masing semester terdapat satu mata kuliah, dan yang bikin asik, semua mata kuliah dapat saya bilang adalah mata kuliah yang paling terkutuk yang pernah ada, hehehehe nggak lah, canda doank. Jadi dengan 3 mata kuliah yang saya ambil untuk menghabiskan semester 8 ini, maka saya mendapat 2 hari untuk kuliah, Selasa untuk 2 mata kuliah dan Jum’at untuk 1 mata kuliah. Lalu apa yang saya lakukan di 3 hari lainnya? Hoaaaaaaaaaaaa…. Ingin teriak rasanya jika saya memikirkan hal ini. Sebenarnya saya berkeinginan untuk bekerja di siang hari dan kuliah saya alihkan ke malam hari. Tetapi planning tersebut ternyata tidak didukung oleh ibunda tercinta. Beliau takut nantinya saya tidak konsentrasi kuliah dan akhirnya kuliah terbengkalai. Yang namanya keinginan orang tua, pastinya ga’ bisa ditentang, walopun keinginan kita jauh lebih besar. Do’a restu orang tua akhirnya menjadi “senjata pamungkas” bagi saya untuk mengurungkan niat bekerja sambil kuliah.
Jadi inilah jawaban dari pertanyaan awal tadi. Kuliah, sebuah dilema baru yang saya hadapi setelah program kebanggaan saya selesai. Tapi terlepas dari itu semua, saya harus tetap menjaga sisi positif dari apa yang saya alami di dunia kuliah. Dari kuliah juga banyak yang saya pelajari. Nanti akan saya ceritakan bagaimana saya menjalani kuliah (tentunya di post lain ya, karena post ini dah panjang banget.hehehe). From “ the skinny” to our world. Aal.
Kedua, mengapa masih sedikit post-post yang saya buat untuk blog ini sehingga terkesan tak terurus?Jujur, saya baru menyadari kembali bahwa saya mempunyai blog ini dari teman saya, yang sekarang terpilih menjadi wakil Babel untuk PPIK 2010-2011 (thank’s Yorsi…..). Alamak, pikun kali saya ya??? Anyway, tetapi jika saya boleh “ngeles” sedikit tentang post-post saya, setelah menjalani fase Kanada, kami beralih ke fase Indonesia, dan kami ditempatkan di desa Depok, Garut, Jawa Barat. Yang namanya desa donk, internet pasti berstatus “limited” bahkan ga’ ada. Kalo mau mengunjungi internet ya mau ga’ mau kita harus angkotan ke desa sebelah. Nah, kalo mau buat post yang enak dibaca, saya harus berada di kondisi yang tenang dan damai (ceileeeeee…), kalo di warnet mana bisa tenang, bunyi motor ngueng…ngueng…. Belom lagi anak-anak SMA yang datang yang bikin ribut, pokoknya ga’ bisa konsen lah. Jadi karena kondisi ini, selama 3 bulan blog saya vacum alias mati suri (what a good-nice-sweet reason, heh???hehehe…)
Ketiga, baru tentang judul. Actually, saya memilih judul ini dilihat dari beberapa aspek. “Skinny boy” adalah panggilan dari ortu angkat saya di Kanada (hi Mom Krys and Dad Kim, miss U sooooo badly…). Orang yang kenal saya pasti sudah sangat mengetahui mengapa saya sampai mendapat panggilan seperti itu dari mereka. Lalu selanjutnya, “go up stairs”, “naik tangga”. Ini adalah istilah yang saya buat sendiri untuk apa yang saya peroleh. Kali ini aq harus jujur (kayak lirik lagu band yang vokalisnya “digrebek” itu ya…), sebelum saya mengikuti seleksi untuk program ini, banyak pihak yang memandang remeh akan apa yang saya perbuat, termasuk beberapa teman saya. Mereka bertanya, “apakah kamu mampu???” (kalo orang Bangka bilang “ape ka sanggup???). Saya, manusia normal yang mempunyai keterbatasan pasti merasa “aneh” mendengar pertanyaan seperti itu, tapi saya berusaha tegar dengan menjawab “ kalo belum dicoba, yaa mana kita tahu???” (kalo lum nyube, ok mane tau lah kite…). Akhirnya, berbasis “remehan” dari beberapa teman tersebut, saya mengikuti seleksi dan saya terpilih untuk mewakili Babel di program ini. Setidaknya, terpilihnya saya untuk program ini menunjukkan bahwa saya berhasil naik beberapa tingkat dari mereka. Jadi, kurang lebih itulah alasan mengapa saya memilih judul blog yang sedemikian filosofisnya (alah!!!).
Oke guys, sekilas aja dari saya tentang latar belakang blog saya ini, semoga kita bisa saling belajar atas apa yang telah kita buat. (pengen banget kalo ada yang baca, trus comment-in deh setiap post yang dibaca… hehehe yang “pedes-pedes” commentnya ga’ apa2 kok, asal nanti dikasih minum, eh salah, asal kita bisa saling belajar.) From “Skinny” to our world…. Aal. :)
Welcome to The Real Program (3 bulan menjalani fase Indonesia)
Fase Indonesia. Ya, inilah fase kedua yang kami jalani pada Program Pertukaran Pemuda Indonesia Kanada 2009-2010. Satu yang unik pada fase ini adalah nasehat dari para alumni bahwa Fase Indonesia adalah fase dimana program benar-benar dirasakan oleh para peserta, dan untuk itu mereka tak ayal menyebutkan bahwa Fase Indonesia merupakan “The Real Programme” bagi para peserta. Statement seperti itu bukan tanpa alasan, selain mereka telah menjalani program ditahun sebelumnya, kami juga merasakan hal tersebut walaupun kami baru menjalani fase ini selama kurang lebih 3 minggu.
Desa Depok, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat merupakan tempat yang akan menjadi rumah kami selama mengikuti fase kedua dalam kurun waktu 3 bulan. Cukup banyak hal yang kami alami, dari positif hingga negatif. Hal yang positif mungkin banyak dialami oleh para peserta dari Indonesia, kembali berkomunikasi dengan masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia, bisa berkomunikasi lagi dengan saudara-saudara atau orang-orang terdekat di daerah, menikmati kembali makanan Indonesia, dan masih banyak lagi. Ekspektasi yang dulu pada saat fase pertama ingin dicapai sebagian telah terpenuhi. Tapi masih banyak ekspektasi yang belum terpenuhi walaupun program telah berjalan sampai 1 bulan. Penyebabnya mungkin dari beberapa hal negative yang kami dapat. Entah itu dari grup ataupun para peserta yang lain. Perbedaan budaya dan kebiasaan serta adat istiadat adalah kunci dari timbulnya masalah tersebut. Indonesia dan Kanada merupakan 2 negara yang mempunyai 2 kebudayaan yang berbeda. Dan ini juga berdampak pada kebiasaan dari para peserta Kanada yang jelas kurang dapat diterima oleh para orangtua asuh atau para masyarakat. Kebebasan, kesenangan serta kemudahan yang mereka dapati di negara mereka, kini tak bisa mereka rasakan di fase kedua karena terkendala peraturan. Tetapi bukan berarti karena ada peraturan mereka merasa terkekang, sebagian peserta dari Kanada bahkan tidak mengerti akan peraturan yang ada di desa. Kebebasan yang mereka dapati di Kanada mereka bawa ke Indonesia. Jelas semua ini berdampak pada grup, komunitas dan para peserta dari Indonesia.
Untungnya, grup kami berisikan orang-orang yang mempunyai pemikiran yang bisa dikatan problem solver (pemecah masalah). Akhirnya masalah dapat teratasi, tapi ada beberapa dampak yang timbul dari pemecahan masalah ini. Seth Corkum dan Anne Decaire S. adalah 2 diantara seluruh peserta yang akhirnya “menyerah” walaupun program belum selesai. Mereka memutuskan untuk kembali ke Kanada dan mengakhiri program. Para peserta dan project supervisor tidak dapat memaksakan kehendak mereka. Kesedihan grup akan kepergian anggotanya tidak berlarut lama. Bagaimanapun program harus tetap berjalan berapapun anggota tersisa.
Setelah kejadian tersebut, peserta harus focus ke program. Kegiatan rutin hari-hari terus kami jalani. Bekerja di berbagai tempat, kursus Bahasa Inggris untuk para siswa SD, perencanaan community project dan masih banyak lagi. Inilah beberapa kegiatan utama yang kami jalani di fase ke-2 ini. Seperti halnya di fase Kanada, kami mempunyai beberapa tempat kerja yang nantinya akan menjadi tempat bagi para peserta untuk saling belajar dari masyarakat. Beberapa tempat yang menjadi tempat kerja (workplacement) bagi peserta adalah sawah-sawah masyarakat, temapat pembuatan meubel, sekolah dasar, kantor lurah, dan lain-lain. Dari sini para peserta akan belajar mengenai apa yang mereka kerjakan di tempat kerja masing-masing. Selain itu, mereka juga berbagi pengalaman tentang apa yang mereka dapat di Kanada ke orang-orang yang ada di tempat kerja. Kegiatan sore hari untuk pesert aadalah mengajar bahasa Inggris untuk siswa-siswi sekolah dasar di Desa Depok. Para siswa-siswi bebas datang dari hari senin-rabu mulai pukul 15.00-16.00 wib. Materi yang disampaikan bermacam-macan mulai dari materi tertulis, praktek sampai dengan game-game menarik yang dilakukan peserta kepada para siswa-siswi. Kegiatan pokok bagi peserta PPIK adalah community project. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengembangan desa melalui berbagai sector dan bagian. Seperti layaknya KKN di beberapa universitas, peserta mempunyai project yang bermacam-macam untuk pengembangan desa, mulai dari pembuatan batas awal-akhir desa, sosialisasi dan pembuatan tempat sampah, perbaikan sarana olahraga desa dan lain sebagainya. Dana yang didapat adalah dana dari anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia yang khusus dianggarkan untuk program ini.
Dari berbagai kegiatan ini, 3 bulan dilalui dengan bersemangat. Berbagai pengalaman yang didapat peserta bukan hanya dari berbagai kegiatan yang dilakukan, tetapi juga dari keluarga angkat, masyarakat sekitar dan juga antar sesame peserta. Banyak alumni program ini mengatakan bahwa fase Indonesia adalah program yang sebenarnya. Ya, fase Indonesia adalah inti dari program ini karena semua kegiatan, semua kemampuan peserta dan juga semua pengalaman didapat dan dibagikan dalam fase ini. Aal.