Sabtu, September 26, 2009 0 comments

Menjemput Impian

“Indah larik pelangi, seusai hujan membuka hari
Samar dirajut mega, garis wajahmu lembut tercipta
Telah jauh kutempuh perjalanan
Bawa sebentuk cinta, menjemput impian

Desau rindu meresap, kenangan haru kudekap
Semakin dekat tuntaskan penantian
Kekasih, aku pulang
Menjemput impian

Kau dan aku, jadi satu
Arungi laut biru
Tak kan ada yang kuasa
Mengusik haluannya

Kau dan aku, jadi satu
Sambut datangku

Sekian lama waktu telah mengurai makna
Cinta kita gemerlap terasah masa
'Kan kubuat prasasti, dari tulusnya janji
Walau apa terjadi, tetap tegak berdiri

Kau dan aku jadi satu
Bersama kita jemput impian”

Kla Project – Menjemput Impian

Beberapa tahun yang lalu, seorang anak laki-laki berlari menghampiri selembar kertas pengumuman yang ditempel di papan pengumuman sekolah. Dilihatnya pengumuman tentang satu program yang mungkin dia tidak mengetahui apa maksud kegiatan itu. Terakhir, sekilas ia membaca tulisan “Pertukaran Pemuda” di akhir halaman. Ia tetap tidak mengetahui maksud dari selebaran kecil tersebut. Tapi satu hal yang membuat ia tertarik tentang selebaran itu adalah “pergi ke luar negeri”, itulah yang menjadi impiannya waktu itu. Tapi dibenaknya adalah pasti sangat sulit sekali memperoleh hal itu.

Beberapa tahun berjalan, ditengah aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa, ia telah melupakan impiannya itu. Tapi tanpa disengaja, melalui beberapa kenalan, ia menemukan jalan untuk menemukan sesuatu yang ia lupakan. “Pertukaran Pemuda Indonesia – Kanada” seolah telah dipilih olehnya untuk ia jalani. Mimpi itu kini ia dapatkan, berhasil ia gapai dan kini siap ia jalani. Tugas berat yang akan dijalani dalam beberapa bulan telah menanti untuk dituntaskan. Taruhannya adalah dirinya sendiri dan banyak hal yang sudah ia tinggalkan demi menjalani kegiatan ini. Kuliah, hari-hari bersama teman serta banyak hal sudah ia korbankan. Di bawah dukungan keluarga, teman dan kerabat dekatnya, ia melangkah menuju jalan yang telah dipilih olehnya dan mencapai mimpi yang dulu ia impikan. Kini ia hanya bisa bersyukur atas karunia yang telah ia dapatkan, bersyukur atas keluarga, teman dan kerabat yang telah mendukungnya sampai ia berhasil menginjak tanah Amerika Utara, Kanada.

Itulah sekilas tentang saya berkaitan dengan kegiatan yang saya jalani selama kurang lebih 5 bulan kedepan. Berawal dari keinginan kecil yang tak diketahui maknanya, sampai dengan impian yang besar yang tak setiap orang bisa dapatkan. Keberuntungan, sebagian orang menilai dengan itu saya mendapatkan program ini, tapi saya tidak setuju. Usaha, do’a, jaringan kerja dan tentu saja kemauan dan kesadaran diri adalah jalan utama memperoleh program ini. Sesorang tidak akan mendapatkan apa yang ia “impikan” jika ia tidak berusaha. Dengan kata lain, usaha yang ia jalani juga berpengaruh dengan apa yang akan ia dapatkan. Saya berusaha untuk melakukan sesuatu dengan kesadaran saya sendiri, berusaha untuk bekerja tanpa mengharapkan keuntungan apapun serta dorongan diri untuk membantu sesama. Semuanya hanya untuk memperoleh “impian”, dan itu harus selalu dijalani.

3 (tiga) minggu sudah saya bersama 9 (Sembilan) rekan saya dari Indonesia menetap di Kota Truro, Nova Scotia, Kanada. Dan cukup banyak hal yang sudah saya dapatkan. Perbedaan kebudayaan merupakan hal yang signifikan yang saya dapat. Saya menemukan berbagai macam perbedaan kebudayaan yang tidak dapat saya temui di Indonesia dan tempat tinggal saya khususnya. Tinggal bersama keluarga The Galvins (Kim dan Krys Galvins) membuat saya belajar banyak tentang Kanada. Antusias mereka terhadap partisipan Canada World Youth patut diapresiasi tinggi oleh saya dan partner saya. Tak jarang pula saya menjelasakan tentang Indonesia kepada mereka. Timbal balik akhirnya terjalin antara 2 kebudayaan yang bertemu dalam satu kehangatan rumah di 135 Victoria, begitu mereka menyebut alamat rumah mereka.

Minggu ke-2 saya tinggal di Truro, kami memulainya dengan orientasi komunitas. Banyak hal yang diberikan kepada kami, para partisipan, berkaitan dengan komunitas atau kota yang kami tempati. Banyak pembicara yang datang, yang sukarela berbagi ilmu tentang pengetahuan mereka akan kota ini. Joanna, seorang pembicara yang enerjik, selalu menghumbar canda tawa adalah favorit bagi setiap partisipan. Berbicara tentang latar belakangnya membuat kami tertegun. Dia bekerja di bidang lingkungan dan satu hal yang menarik adalah sebenarnya dia mempunyai sifat pemalu, sama seperti saya. Tapi, semua berubah ketika ia mengikuti program yang sama dengan yang saya jalani saat ini, dan saya berharap saya akan mengikuti jejaknya suatu saat. Di akhir pertemuan dia mengundang kami untuk mengikuti event lingkungan tahunan kota, dan semua sangat tertarik.

Weekend ke-2 di Truro ditandai dengan event Welcome Party Community. Farmer’s Market, sejenis pasar mingguan yang menjual berbagai macam kebutuhan dapur, dan hasil kebun, n=buka setiap hari sabtu pagi dari Juni hingga bulan Oktober, dan disinilah kami beraksi. Kami semua, para partisipan Indonesia, menampilkan salah satu tarian Indonesia yang sudah saya pelajari sebelumnya bersama sebagian teman-teman saya, Liko Pulo, sebuah tarian dai Nangroe Aceh Darussalam. Semua mata tertuju pada gerakan tarian kami, dan semua takjub, meskipun tidak semua gerakan tarian kami tampilkan. Akhir kegiatan semua peserta berkumpul di salah satu tempat wisata Kota Truro, Victoria Park. Tempat wisata perbukitan dengan berbagai macam pesona, air terjun, Pohon Mapple (khas Kanada), hingga padang rumput kecil yang segar dan nyaman.

Awal minggu ditandai dengan persiapan rencana setiap peserta untuk memasuki workplacement di berbagai tempat di Kota Truro. Saya mendapati Nova Scotia Agricultural College (International House) dan Wynn Park Villa sebagai tempat kerja magang saya selama di Truro. Senin saya berada di Wynn Park Villa, sejenis panti jompo, bersama rekan saya dari Kanada, David Dyck. Bayangan awal yang membosankan tentang pekerjaan di tempat ini seakan hilang saat bertemu Gloria, wanita tua yang enerjik dan periang. Tubuh tuanya tak menghalang dia untuk bergerak laksana para pemuda-pemudi lain. Berbeda dengan teman-temannya yang harus menggunakan kursi roda dan tongkat untuk bergerak. Wynn Park Villa adalah panti jompo di Truro yang menggunakan system keamanan yang di atas standard. Menggunakan code door sebagai pengaman setiap pintu. Hal ini dikarenakan antisipasi pihak pengelola gedung untuk penghuni yang kabur atau keluar pada saat yang tidak tepat. Mini kamera di sisi luar gedung adalah hal lain di Wynn Park Villa yang menandakan kualitas yang tidak main-main di tempat ini. Nova Scotia Agricultural College adalah salah satu Universitas di Truro. Bergerak di bidang pertanian dan biologi, Universitas ini merupakan satu dari Universitas terkenal di Nova Scotia selain Nova Scotia Community College. Mark Mason adalah supervisor saya dan rekan2 di tempat ini. kami mendapat project untuk membuat film pendek tentang NSAC dan Truro. Sangat menarik, dan inilah tantangan bagi saya dan tim. Secara keseluruhan, saya menikmati pekerjaan saya di kedua tempat ini dan juga pengalaman yang akan saya dapati tentu sangat berharga bagi saya nantinya.

Hari yang mengharukan datang pada saat Perayaan Idul Fitri 1430 Hijriah. Selesai sholat ied, para peserta dari Indonesia tidak dapat membendung air mata. Kami sedih karena tidak dapat berkumpul dengan orang-orang terdekat di hari yang special ini. Untungnya sedih tidak berlangsung lama, selesai sholat, kami meninggalkan mesjid menuju Victoria Park untuk merayakan Idul Fitri bersama-sama dengan peserta dari Kanada dan host family. Suasana riang gembira bertambah ketika group Antigonish berkunjung untuk merayakan Idul Fitri bersama. Semua bersuka cita di hari yang fitrah ini, dan di balik itu semua kami bertekad kuat untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi Indonesia. Minal Aidin Walfaidzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin…. (Pertukaran Pemuda Indonesia – Kanada 2009).

Senin, September 07, 2009 3 comments

Indonesia - Canada Youth Exchange Program 2009

“Jembatan Pemberdayaan Pemuda Dua Bangsa”. Itulah yang menjadi tema Pertukaran Pemuda Indonesia – Kanada 2009 (PPIK 2009) tahun ini. Pengenalan budaya Indonesia secara keseluruhan merupakan misi pokok 27 pemuda dari berbagai provinsi di Indonesia. Banyak sekali manfaat dari partisipan yang mengikuti program ini. Manfaat awal adalah pengetahuan tentang budaya masyarakat luar dan bagaimana kita menyikapi dan membandingkan dengan budaya Indonesia sendiri. Hal ini sangat penting dalam rangka pengenalan lebih luas tentang budaya asing.

Sesuai dengan tema, tujuan utama dari program ini adalah pemberdayaan pemuda yang mengikuti program ini. Mulai dari sikap yang akan dibawa ke masyarakat setelah program sampai ke pola pikir cara mengatasi masalah atas apa yang terjadi di masyarakat serta masih banyak lagi. Pada akhirnya akan dilihat bagaimana peserta akan bertindak sebelum mengikuti program, dan setelah mengikuti program. Dan saya masih menunggu hal itu.

Pre Departure Training

Sebelum mengikuti jalannya program yang direncanakan akan berjalan kurang lebih 6,5 bulan, para peserta dari Indonesia terlebih dahulu mengikuti Pre Departure Training (PDT) di Jakarta selama 10 hari. Peserta yang lolos seleksi dari berbagai provinsi di Indonesia diberi pembekalan tentang apa yang akan dilakukan selama di Kanada. Selain itu pemberian support serta pengenalan dasar tentang budaya Kanada juga didapat peserta dari para alumni. Tahun in PDT dilaksanakan di SMK 57 Jakarta selatan. Dengan dibimbing para alumni, para peserta mengikuti berbagai macam materi tentang program. Satu materi yang menarik bagi saya adalah tentang Selayang Pandang Kanada. Dari sini lah saya bias tahu dan mendapat berbagai macam gambaran tentang Kanada.

PDT berjalan sukses walaupun dijalani bersamaan dengan dimulainya Bulan Ramadhan. Sedih, sahur pertama bukan bersama keluarga seperti biasanya, tetapi bersama “keluarga baru” yang nantinya kan bersama sampai 6 bulan kedepan. Suasana kebersamaan sangat kental dijalani para peserta selama PDT. Satu hal yang menjadi kekesalan peserta adalah “no cell phone”. Ya, selama PDT para peserta tidak diperkenankan menggunakan handphone dan benda itu harus “disita” panitia dengan rapinya, huh. Yang sangat berkesan bagi saya adalah saat harus bangun sahur dan kita harus saling bangun untuk menjalankan sahur. Hal yang sulit bagi kami karena materi seni, materi terakhir setiap hari bisa selesai sampai pukul 00.30 – 01.00 wib dan harus bangun sahur pukul 03.00 atau kami tidak sahur sama sekali, karena satu orang telat maka semua juga telat. Benar-benar harus disiplin.

Hari terakhir PDT, para peserta kelihatan sudah tak sabar untuk mengakhiri hari. Tapi kita masih punya satu kegiatan puncak hari ini, “Culture Performance”. Saya diberi kesempatan untuk menampilkan tari Likok Pulo dari Aceh bersama beberapa peserta lain. Tarian ini sudah kami pelajari selama mengikuti sesi seni atupun di waktu senggang kami selama PDT. Sedikit susah, tapi tetap penasaran dengan beberapa gerakan dan irama musik tarian. Dan akhirnya perform berjalan sukses. Menggembirakan sekali bagi saya karena selain sukses, keluarga, ayah, ibu, adik dan sepupu yang tinggal di Jakarta datang untuk melihat acara. Setidaknya bisa menghilangkan rasa ingin bertemu selama 10 hari sekaligus ajang pamitan untuk 6 bulan ke depan.

Kelelahan mengikuti jalannya acara dan seharian beraktifitas tidak membuat saya dan sebagian peserta menghabiskan malam dengan istirahat cukup. Berkumpul dan bercerita menjadi pilihan kami membunuh waktu sambil menunggu waktu sahur tiba. Waktu sahur pun kami lewati tidak dengan suasana “formal” seperti biasanya. Suasana telah santai karena hari itu kami akan berangkat meninggalkan Indonesia.

Pagi yang cerah, dan para peserta sudah siap dengan Atire 1 (A1) masing-masing. A1 adalah seragam formal peserta terdiri dari kemeja, dasi, celana, jas dengan berbagai atribut Indonesia, sepatu, dan kopiah dengan lambang Garuda Pancasila. Suatu kebanggaan bagi kami mengenakan seragam yang hanya dikeluarkan khusus bagi para duta Indonesia ke kancah Internasional. Sibuk packing, menyiapkan segala sesuatu untuk keberangkatan dan mendengarkan instruksi dari Kak Nadra Muhammad, Ketua Canada World Youth Indonesia, adalah gambaran kegiatan pagi itu. Semua barang siap dan telah menetap mantap di dalam bus. Kita berangkat….

Berangkat Ke Kanada

Suasana riang gembira menyelimuti seluruh paserta yang berangkat hari itu. 1 group tersisa dan akan berangkat tanggal 26 September 2009. 2 group yang berangkat termasuk saya di group 2 (Truro-Cisompet) berangkat hari ini bersama group 1 (Antigonish-Cikandang). Tiba di Bandara Internasional Soekarno – Hatta, kembali harus menurunkan banyak barang termasuk beberapa koper dan beberapa culture box berisi barang-barang budaya. Menunggu tak terlalu lama di bandara setelah check in, kami langsung take off ke Hongkong untuk transit kemudian dari Hongkong menuju Toronto dan dilanjut ke Halifax. Perjalanan ke Hongkong menggunakan maskapai penerbangan Chatay Pacifik. Demikian juga dari Hongkong ke Toronto.

Jakarta – Hongkong membutuhkan waktu 5 jam penerbangan. Hanya menggunakan kelas Economy bukan masalah bagi kita untuk menikmati perjalanan udara ke Hongkong. Senin, 31 Agustus 2009, 20.15 waktu Hongkong, kami tiba di Int. Airport of Hongkong. Waktu take off ke Toronto akan dimulai pukul 02.30 w.h. kami pun memutuskan untuk beristirahat di waiting room bersama-sama. Saya merasa seperti di Indonesia saat internetan sambil ngemil snack-snack khas Indonesia. Teman-teman yang lain autis mengekplorasi bandara dan nongkrong di Starbucks Hongkong. 02.00 w.h., para penumpang dipanggil dan bersiap-siap untuk berangkat ke Toronto. Hongkong – Toronto menghabiskan waktu 14 jam terbang. Tapi itu tak sebosan yang dibayangkan sebelumnya. Full entertainment, itulah gambaran yang ada di dalam pesawat. Movie, music sampai dengan game, semua ada. Makanan pun tak berhenti datang. Jika mau sesuatu, maka hanya memanggil pramugari, dan makanan datang. Yang unik adalah ketika berangkat dari Hongkong pukul 02.30, maka tiba di Toronto pukul 04.45 waktu Toronto dengan hari yang sama. Berarti secara logika perjalanan dari Hongkong – Toronto berjalan mundur melawan arah jarum jam, fantastis….

Tiba di Toronto, berurusan dengan pihak imigrasi Toronto membuat sebagian peserta pusing. Untungnya bisa diatasi oleh project supervisor masing-masing. Toronto – Halifax berdurasi 2,5 jam. Take off jam 09.30 dan sampai di Halifax jam 12.00 waktu setempat. Sungguh penyambutan yang hangat oleh pihak Canada World Youth. Bersama beberapa peserta Kanada, kami berkenalan, berbicara untuk mengetahui satu sama lain. Suasana hangat terjalin siang itu.

Tatamagouche Centre

Sebelum program dimulai, para peserta baik itu Indonesia atau Kanada menjalani Orientation Camp selama 4 hari. Tempatnya adalah Tatamagouche Centre. Terletak di desa Tatamagouche yang mempunyai pemandangan yang berbeda. Sungai dan padang rumput yang luas adalah gambaran kecil dari tempat ini. tempat ini tak lain halnya sama dengan tempat training dengan mess penginapan dan tempat pertemuan serta dapur. Di OC kami kembali mendapat pembekalan tentang program yang akan kami jalani. Suasana keakraban pun terjalin antara pihak Indonesia dan Kanada. Dari sini kami mendapat counterpart. Orang yang akan bersama-sama kami selama mengikuti program. Saya bersama Seth Corcum, peserta dari Labrador. Parahnya, sama-sama memiliki pribadi pendiam!!! Sedikit sulit menerima makanan di sini, tapi mencoba untuk menyukainya. Untungnya kitchen staff sedikit bernegosiasi dengan kami tentang makanan dan bersama beberapa peserta, mereka berinisiatif membuat makanan yang “sedikit” mirip dengan makanan di Indonesia, khususnya untuk sahur, nasi goreng.

Jum’at, 4 September 2009. Kami kembali melakukan packing untuk bertemu keluarga angkat. Tegang memikirkan bagaimana nantinya keluarga yang akan bersama-sama kami 3 bulan ke depan. Saya mendapat keluarga The Galvins, mereka mempunyai 2 anak, tetapi sudah menetap di Halifax, dan di rumah hanya ada Dad, Mom, saya dan Seth. Rumahnya beralamat di 135 Victoria di Kota Truro tentunya. Dan dari sini, masih belum menyadari 3 bulan akan berjalan seperti apa….

For all Bloggers from BaBel, join this...

 
;