Jumat, November 21, 2014

Lawakan Negeri Ini Makin Lucu Karena Harga BBM Bersubsidi Naik

Malam ini, saya mengisi bbm jenis premium di salah satu SPBU di kawasan Jl. A. Yani, Pangkalpinang. Seperti biasa, antrian kendaraan menjadi pemandangan lumrah di setiap SPBU, begitu juga yang saya alami. Kebetulan saya berada di barisan yang belum begitu panjang. Di depan saya ada seorang bapak-bapak, mengendarai sepeda motor keluaran cukup lama, antara tahun 2005-2007 (A). Di depannya lagi bapak-bapak dengan gaya yang sedikit "menengah ke atas" mengendarai sepeda motor keluaran terbaru (B). Saat si B sedang dilayani petugas SPBU, tampak ada pembicaraan di antara mereka. Saya pikir, ah, biasa saja, mungkin memang sudah kenal, terus mengobrol santai sambil menunggu isian penuh. Lanjut ke si A, tiba-tiba petugas SPBU sedikit berbisik dengan bapak tadi,

"Masa' die tadi ngeluh karena bbm naek 2ribu, dak sesuai kek gaya aben". Maksudnya, petugas SPBU tadi berbisik ke bapak A, mengatakan bahwa bapak si B tadi mengeluh karena bbm naik, padahal jika dilihat dia orang ber-ada. 

Lalu bapak A menjawab, "Harus e kami yang miskin ni yang ngeluh, ni kami g dak ape-ape." (Harusnya kami yang miskin ini yang mengeluh, padahal kami juga tidak mempermasalahkan (bbm naik)).

Petugas SPBU tadi mengatakan, "Aok imang, kan selame ni yang makai subsidi tu orang kayo, wajar lah kandorang ngeluh." (Memang, selama ini yang menggunakan bbm bersubsidi kan orang kaya, jadi wajar jika mereka yang mengeluh)

Dari pembicaraan mereka saya berpikir, ya memang benar kondisinya seperti itu. Seolah yang tertindas, yang teriak-teriak protes harga bbm naik di sini ya orang-orang kaya yang masih menggunakan bbm bersubsidi sebagai bahan bakar kendaraan mereka, padahal mereka mampu membeli bbm non-subsidi, atau secara logika, mereka harusnya tidak mempermasalahkan/keberatan harga bbm bersubsidi naik.

Memang belum genap satu minggu setelah harga bbm (bahan bakar minyak) bersubsidi dinaikkan oleh pemerintah Jokowi-JK. Saya lihat pun dampaknya belum begitu besar, paling tidak bagi masyarakat yang sehari-hari menggunakan kendaraan berbahan bakar bbm bersubsidi. Jika diingat, kondisinya sama dengan saat harga bbm bersubsidi semula Rp 4.000,- kemudian dinaikkan menjadi Rp 6.500,-. Tidak ada dampak yang signifikan terhadap para pengguna kendaraan meskipun harus terasa berat di awal, toh, lama-lama juga pasti kembali normal. Saat bbm bersubsidi flat di harga Rp. 6.500,- semua normal, tidak ada yang mengeluh sama sekali pada waktu mengisi bbm di kendaraan bermotornya.

Justru saya melihat saat moment seperti ini, banyak pihak-pihak yang keluar kandang, beraksi bak pahlawan bagi rakyat. Turun ke jalan, demonstrasi, berkoar-koar, berteriak memprotes naiknya harga bbm bersubsidi kepada pemerintah. Di hari pertama kenaikan harga bbm bersubsidi, tempat saya bekerja 2 (dua) kali didatangi mereka yang mengaku "pahlawan rakyat". Rombongan pertama, yaitu para mahasiswa, bahkan rela bertendang-tendangan dengan pihak keamanan, demi menegakkan tujuan utama mereka, menyuarakan suara rakyat.

Moment yang tak kalah lucu adalah saat para mahasiswa ini beristirahat menunggu perwakilan mereka bernegosiasi dengan pihak keamana. Mereka beranggotakan kurang lebih 20an orang. Para rombongan laki-laki duduk melingkar di jalanan sambil berteriak, "Gara-gara bbm naik, rokok pun harus pete (menghisap sama-sama)". Ini bagian terlucu dari demo saat itu. Apa yang mereka teriakkan saat itu seakan kontras dengan misi mereka. Saya pikir tidak etis jika harus membandingkan harga bbm dengan rokok. Saya melihat justru raut mereka, suara lantang mereka saat berorasi tidak ada gunanya sama sekali, bahkan di mata rakyat sekali pun. Buktinya? Apa yang kalian lihat pasca harga bbm bersubsidi naik? Normal.

Rombongan yang kedua, yang mendatangi tempat saya bekerja adalah salah satu ormas Islam di negeri ini. Saya hanya melihat seakan mereka menemukan sebuah kesalahan fatal dari pemerintahan Jokowi-JK karena naiknya harga bbm bersubsidi. Mereka berorasi dengan lantang menentang kenaikan harga bbm bersubsidi, hingga mungkin tidak mereka sadari, isi orasi mereka sudah terlalu jauh dan menilai negatif orang-orang yang terlibat dalam naiknya harga bbm bersubsidi, padahal yang saya tahu, Islam melarang umatnya untuk berpikiran negatif. Ini kan lucu.

Mau yang lucu lagi? Kedua rombongan ini datang dengan konvoi kendaraan roda dua, menghabiskan bahan bakar. Plus, rombongan kedua menambah 1 unit genset (yang juga menggunakan bbm) sebagai tenaga pengeras suara mereka. Bersuara lantang menolak dan menentang kenaikan harga bbm bersubsidi, tapi justru menghambur-hamburkan bbm bersubsidi. Apa tidak lucu??

Sudah saatnya masyarakat berpikir cerdas. Jika memang merasa berat dengan naiknya harga bbm bersubsidi, bisa gunakan kendaraan seperlunya. Jika memang merasa SANGAT BERAT, jual saja kendaraan yang kalian punya, gunakan kendaraan non-bbm atau kendaraan umum, beres.

Salam ^_^

0 comments:

Posting Komentar

For all Bloggers from BaBel, join this...

 
;